Breaking News

JEMBER,SJNews  –  SMA Negeri Pakusari  telah berhasil meraih Juara 3  Tingkat Nasional Kompetisi Vedio Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila ( P 5 )  dengan memgangkat tema , ‘ Kearifan Lokal.’ Tingkat SMA/SMK.

Lomba  Kompetisi  Vedio  Proyek Penguatan Profil Pelajar  Pancasila / P5  digelar di Universitas Negeri Surabaya       ( UNESA ), adapun tim kordinator  lomba kompetisi Vedio P5 :

Tim  Kordinator : Hidayatahul Ummah SPd,

Kordinator: Hidayatahul Ummah, S.Pd.

Anggota: Ratna Purwi A., S.Pd., Kusnia  Inayaturrohmah, M.Pd., Efendi, S.Si., Abdullah Muizzudin H., M.Pd., Beny Yulianingsih, M.Pd., Chimayatul Aidah, M.Pd., Ilhamiyatul Ilahiyah, S.H., M.Pd.I.

Prestasi ini tidak lepas dari  komitmen dan Kosisten  dari Kepala Sekolah SMA Negeri Pakusari Bapak Suryadi .

Tak hanya prestasi, ia juga berhasil membawa sekolah yang dipimpinnya ke dunia internasional. Yakni ke China. Suryadi menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi di negeri tersebut agar lulusan SMAN Pakusari bisa kuliah beasiswa secara gratis disana.

Bahkan, ia yang juga menjabat sebagai Plt Kepala SMAN 1 Kencong sudah bisa memasukkan 7 pelajar kuliah beasiswa di China.

Pencapaian yang diraih oleh Suryadi bukan hal yang baru. Sebab pada tahun 2010, ia mendapatkan beasiswa penelitian dari Bank Dunia. Lalu pada tahun 2011, ia meraih juara satu kompetisi guru prestasi tingkat Kabupaten Jember.

Tahun 2011, ia meraih beasiswa S2 di Universitas Negeri Malang dan Thailand. 2013, ia lolos sebagai kepala sekolah. Lalu pada tahun 2014 bisnis yang tekuninya mencapai peringkat tertinggi tingkat nasional.

Prestasi itu terus berlangsung hingga sekarang. Sebab Suryadi menargetkan satu prestasi setiap tahun untuk dirinya.

Tak heran, Suryadi memperoleh penghargaan dari Gubernur .Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai kepala sekolah inovatif dan kreatif tahun 2023 di Universitas Jember pada pada Sabtu (19/8/2023).

Sekarang, Suryadi gencar membuat inovasi terkait dengan pembangunan karakter para pelajar. Yakni dengan menumbuhkan nilai-nilai Pancasila dalam pribadi pelajar maupun para guru.

Berawal dari Guru SMPN Mumbulsari

Suryadi merupakan lulusan dari jurusan Pendidikan Fisika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jember pada tahun 1995 lalu. “Alhamdulillah saya masuk sebagai lulusan tercepat, termuda dan IP tertinggi,” kata dia.

Ia mampu menjalani jenjang S1 selama 3 tahun 11 bulan. Waktu yang ditempuh itu cukup cepat, sebab tak mudah untuk jurusan Pendidikan fisika bisa lulus dengan cepat. “Waktu itu tercepat di FKIP, bukan hanya di jurusan,” tutur dia.

Setelah itu, Suryadi mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan berhasil lulus. Ia mendapat tugas pertama kali mengajar di SMPN Mumbulsari pada tahun 1997. Lalu pada tahun 2001, dipindah mengajar di SMAN 1 Jember.

“Lalu tahun 2018 saya diangkat menjadi kepala sekolah di SMAN Plus Sukowono,” terang dia.

Selanjutnya, Suryadi kembali dipindah menjadi  Kepala SMAN Jenggawah pada tahun 2020. Lalu pada awal tahun 2023 menjadi kepala SMAN Pakusari serta merangkap sebagai Plt Kepala SMAN 1 Kencong.

“Jadi saya sekarang menangani dua kepala sekolah,” ujar dia.

Inovasi Membentuk Karakter Pelajar Pancasila

Suryadi menjelaskan kompetensi seorang kepala sekolah berbeda dengan kompetensi guru. Kepala sekolah harus memiliki tiga kompetensi. Yaitu kompetensi manajerial, kewirausahaan dan supervisi.

“Maka tema yang saya bawa bukan lagi metode pengajaran, tapi lebih pendekatan pada sisi membangun karakteristik dari peserta didik,” tambah dia

Menurut dia, inovasi di bidang pembangunan karakter pelajar itu sudah dilakukan sejak menjadi guru SMAN 1 Jember. Saat itu ia sebagai wali kelas dan menerapkan pembentukan karakter siswa yang peduli meluangkan waktu belajar.

“Maka saya punya program yang sampai sekarang menjadi program unggulan, yaitu Duja. Singkatan Dua Jam. Artinya, pukul 19.00 sampai 21.00 malam, HP para pelajar harus mati dan digunakan untuk belajar,” ungkap dia.

Saat itu, Suryadi bisa mengawasi para pelajar dengan melihat HP para siswanya. Jika ada HP pelajar yang on, maka akan mendapatkan denda.

“Ternyata efeknya luar biasa, apalagi sekarang anak-anak otaknya dibangun oleh ketergantungan pada smartphone,” jelas dia.

Ketergantungan itu, kata dia, menjadikan cara berpikir para pelajar bisa semakin dangkal. Sejak itulah, Suryadi menerapkan program Duja itu ketika menjadi kepala sekolah sampai sekarang.

“Jadi dua jam itu gunakan waktu tanpa smarpthone, tapi digunakan untuk mengasah otak,” jelas dia.

Inovasi kedua, kata dia, yakni program TMM yang sudah dilakukan ketika menjadi kepala SMAN Plus Sukowono.

Program TTM adalah  pembiasaan dengan menerapkan Tolong, Terimakasih, Maaf (TTM). Setiap hari, para pelajar diwajibkan untuk mengucapkan TTM tersebut.

“Ini ditagih dalam lembaran, contoh tanggal 1 Agustus kolom TTM harus diisi tentang kegiatan sehari-hari. Seperti Bu, Tolong gorengkan telur,” papar dia.

Dia menilai, kebiasaan mengucapkan TTM itu jarang sekali diterapkan oleh para pelajar. Padahal, ketika orang sudah menerapkan karakter ini, mereka akan selalu menempatkan diri dalam kebaikan.

Inovasi ketika, yakni Kartu Sehat Siswa (KSS). Kartu berwarna merah yang ditempatkan di badan konseling (BK) sekolah. Seluruh warga SMAN Pakusari diperbolehkan menulis apa saja yang ditemukan terkait peristiwa di sekolah.

Kartu merah itu untuk mengontrol semua kegiatan warga sekolah. Harapannya, setiap perbuatan yang bernilai negatif, bisa dipantau sehingga ada tindakan lanjutan dari kepala sekolah.

“Kalau kartu merah keluar, anak-anak sudah mulai waspada, apalagi sudah jadi binaan kepala sekolah,” tutur dia.

Terapkan Mindset Berpikir Peluang

Inovasi lain yang dilakukan yakni motivasi pada seluruh warga sekolah agar selalu berpikir berdasarkan peluang. Yaitu inovasi opportunity best thingking.

Inovasi itu dilakukan karena banyak pelajar maupun guru yang terjebak dengan  mindset pesimis. Misal karena sekolah ada di wilayah pinggiran, akhirnya mereka memaklumi kalau tidak meraih prestasi.

“Misal ada anak yang broken home, lalu memaklumi sehingga tidak melejitkan potensi mereka, padahal mereka bisa memiliki potensi yang luar biasa kalau dibimbing,” tuturnya.

Dia menilai setiap kondisi seseorang merupakan peluang yang harus ditangkap. Seperti anak dengan ekonomi terbatas, mereka memiliki peluang hati yang kuat dan memiliki tekad baja.

Jika mindset itu positif, maka akan menjadi motivasi untuk mengembangkan potensi para pelajar.

“Entah kamu anaknya orang miskin, anak broken home, anak orang kaya, semua punya peluang. Tidak ada dalam diri kita itu tidak ada peluang, semuanya punya peluang” jelas dia.

Tantangan Menjadi Kepala Sekolah

Suryadi menilai tantangan menjadi kepala sekolah di era 5.0 ini harus memahami perkembangan zaman. Suryadi pernah berapa pada generasi X, namun ia juga bisa menyami dunia generasi milenial dan generasi Z.

“Kalau tidak mampu memahami hal itu, maka akan tergilas oleh zaman,” tutur dia. Sebab karakter pelajar sekarang berbeda dengan dulu.

Untuk itulah, para guru,  membutuhkan materi terkait kepribadian, selain kemampuan pedagogi dan profesionalisme seorang guru.

Suryadi mampu menyeimbangkan model kepemimpinan dari lintas generasi. Apalagi, ia juga kerap mengikuti pelatihan kepribadian setiap bulan.

“Makanya yang dibutuhkan guru sekarang juga terkait dengan kepribadian atau personality,” jelas dia

 Suryadi menilai kepempinan itu adalah model, sehingga harus menjadi model agar diikuti oleh para pengikutnya. “Misal saya punya prinsip, tidak ada kegiatan yang lebih penting dari KBM,” ujar dia.

Hal itu merupakan pola yang dimiliki kepala sekolah sehingga bisa ditiru oleh para pengajar di sekolah. Kedua, kata dia, juga harus tetap fleksibel membangun komunikasi yang akrab dengan bawahannya.

Setiap pelajar maupun para guru yang meraih prestasi selalu mendapatkan penghargaan. “Jadi setiap ada prestasi, pasti saya sediakan reward,” pungkas dia.  

Pewarta : Rahmadi

Redaktur: Sunarto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »